Indonesia Kerok 3 Triliun per Tahun dari Royalti Musik

  • Bagikan

Adi menekankan bahwa WAMI terus memperkuat divisi hukum untuk menindak pengguna yang tidak membayar royalti.

 

 

Indonesia memiliki potensi besar dalam industri musik, dengan estimasi pendapatan royalti mencapai Rp3 triliun per tahun jika seluruh pemangku kepentingan berkolaborasi. Namun, realisasi saat ini baru sekitar 10% dari angka tersebut. Hal ini disampaikan oleh Adi Adrian, Presiden Direktur WAMI (Wahana Musik Indonesia), dalam pembagian distribusi royalti periode kedua tahun ini yang mencapai Rp47 miliar lebih.

Tercatat WAMI tidak hanya mengumpulkan royalti di dalam negeri, tetapi juga bekerja sama dengan 60 Collective Management Organization (CMO) di berbagai negara melalui sistem resiprokal (timbal balik).

Kerja sama ini memungkinkan lagu-lagu Indonesia yang diputar di luar negeri, seperti di Malaysia dan Jepang, menghasilkan pendapatan tambahan. Namun, tantangannya adalah fluktuasi royalti dari luar negeri serta kurang transparannya laporan penggunaan lagu oleh platform digital. Adi menekankan bahwa WAMI terus memperkuat divisi hukum untuk menindak pengguna yang tidak membayar royalti, termasuk melalui jalur somasi, pelaporan ke Kemenkumham, dan kepolisian.

Adi membandingkan Indonesia dengan Brasil, yang memiliki PDB hampir setara, tetapi mampu mengumpulkan royalti hampir Rp3 triliun per tahun. Sementara itu, Singapura dengan pasar yang lebih kecil bisa mencapai Rp400-500 miliar pertahun.

“Kita punya pasar besar, tapi kesadaran membayar royalti masih rendah. Padahal, lagu tidak seperti udara yang bisa dinikmati gratis. Ada proses kreatif yang melelahkan di baliknya,” tegas Adi di kantor WAMI Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Robert Mulyarahardja, Head CorCom WAMI, menyoroti dua masalah utama penagihan. 1. Kelengkapan Data; Banyak lagu yang tidak terdaftar dengan baik. 2. Kepatuhan Pembayaran; Banyak pengguna (seperti platform streaming, radio, rumah karaoke, promotor musik dan TV) yang tidak melaporkan penggunaan lagu secara transparan.

“Kami hanya bisa menagih. Jika tidak dibayar, kami serahkan ke hukum. Tapi biaya hukum seringkali lebih besar dari royalti yang ditagih,” imbuh Maki, Anggota Badan Pengawas WAMI.

Suseno Adi Prasetyo, Managing Direcror WAMI, menjelaskan alur distribusi royalti yang dilakukan WAMI; 1. Data penggunaan lagu diterima dari platform digital (YouTube, Spotify, dll.). 2. Diproses dalam sistem ATLAS. 3. Didistribusikan tiga kali dalam setahun kepada hampir 6.000 anggota WAMI. Royalti bersifat dinamis. Sebuah lagu lama bisa tiba-tiba viral dan menghasilkan pendapatan besar. “Pencipta lagu sebenarnya bisa hidup berkecukupan, bahkan dapat ratusan juta dalam satu periode distribusi,” kata Adi.

Karena itu, WAMI berkomitmen untuk mengedukasi pelaku industri tentang pentingnya royalti, sekaligus menindak tegas pelanggar. “Kami tidak ingin memenjarakan, tapi mendorong kepatuhan,” tegas Adi.

Segendang sepenarian, Maki menambahkan bahwa lembaga WAMI berpegang pada hukum positifi yang berlaku, bukan sekadar wacana. “Yang paling berbahaya bukan tidak membayar, tapi salah distribusi. Kami harus memastikan royalti sampai ke pemilik hak yang benar,” jelasnya.

Singkatnya, dengan kesadaran hak cipta yang semakin meningkat, kolaborasi antar-LMK (Lembaga Manajemen Kolektif), dan penegakan hukum yang lebih kuat, Indonesia berpeluang mencapai target Rp3 triliun royalti musik per tahun. “Kuncinya adalah kerja sama semua pihak. Antara pencipta, platform, dan pemerintah,” tutup Adi.

  • Bagikan