Dalam upaya mendorong perbaikan sistem perparkiran di wilayah pasar tradisional dan menanggulangi maraknya parkir liar, Indonesian Parking Association (IPA) dan Induk Koperasi Pedagang Pasar (INKOPPAS) resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk kerja sama dalam pengelolaan dan penyediaan solusi parkir.
Penandatanganan ini menjadi puncak dari forum diskusi bertajuk “Parkir Liar? Pengendalian Perparkiran, Permasalahan dan Solusinya”, yang diselenggarakan di Teras Ngerumpi, Jakarta Selatan, Rabu (25/6).
Acara berlangsung dari pukul 10.00 hingga 13.00 WIB dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari regulator, pengelola pasar, organisasi kemasyarakatan, hingga komunitas masyarakat sipil.
Hadir sebagai narasumber:
M. Hari Bowo, Kasatpel Prasarana dan Sarana UPT Parkir, Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Zulfikar, Sekretaris Jenderal GRIB Jaya
Andrian Lame Muhar, Sekretaris Umum INKOPPAS
Acara dibuka oleh Bendahara Umum IPA, Verry Marshall, dan sambutan disampaikan oleh Ketua Umum IPA, Rio Octaviano, yang menyampaikan apresiasi atas kehadiran para undangan serta menyoroti urgensi kolaborasi lintas sektor dalam menyelesaikan isu parkir liar, dan di hari dan jam yang sama DPRD Jakarta juga membuat RDPU terkait Perparkiran. Diskusi dipandu oleh Sekjen Dalam Negeri IPA, Aditya Susetya.
Dalam forum tersebut, berbagai persoalan mendasar diungkap, mulai dari pungutan liar yang melebihi tarif resmi, keterlibatan oknum hingga dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar.
Kasatpel Prasarana dan Sarana UPT Parkir, M. Hari Bowo, menegaskan bahwa Dinas Perhubungan secara rutin melakukan penertiban bersama aparat gabungan, namun parkir liar tetap tumbuh karena adanya permintaan dan keterbatasan lapangan kerja.
Menanggapi hal itu, Sekjen GRIB Jaya, Zulfikar, menyampaikan bahwa permasalahan parkir liar kerap beririsan dengan kondisi sosial masyarakat. “Fenomena parkir liar terjadi bukan semata pelanggaran hukum, tapi juga karena kurangnya akses kerja formal bagi warga lokal. Selama tidak ada solusi ekonomi, mereka akan tetap memilih jadi juru parkir liar,” katanya.
Di sisi lain, Sekum INKOPPAS, Andrian Lame Muhar, menyampaikan bahwa tarif parkir yang tinggi di pasar tradisional menjadi faktor pengalih minat konsumen. “Konsumen mengeluh tarif parkir di pasar sama dengan mall. Ini tidak adil bagi mereka yang datang untuk belanja kebutuhan pokok,” ungkapnya. Ia menekankan pentingnya tarif terjangkau, jaminan asuransi kehilangan kendaraan, serta segmentasi digitalisasi sistem pembayaran yang mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi pengguna pasar.
Sebagai hasil konkret dari forum tersebut, IPA dan INKOPPAS menyatakan komitmennya untuk membentuk sistem parkir yang lebih tertata, inklusif, dan memberdayakan masyarakat sekitar.
Kerja sama ini bertujuan mencari dan mengintegrasikan vendor-vendor parkir resmi yang memiliki kapasitas teknologi, tata kelola yang baik, serta mekanisme pemberdayaan lokal.
“Banyak kebutuhan pengelolaan parkir di pasar-pasar saat ini. Melalui MoU ini, kami harap dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan antara pengelola pasar, penyedia layanan parkir, dan masyarakat,” tegas Andrian saat sesi penutupan.
Kerja sama ini juga mendapat dukungan dari organisasi masyarakat dan komunitas sipil, seperti Koalisi Pejalan Kaki, yang menekankan pentingnya menjaga ruang publik, khususnya trotoar, dari okupasi parkir liar.
IPA sebagai asosiasi perusahaan penyedia solusi perparkiran di Indonesia menyambut baik langkah ini sebagai bagian dari ekosistem perparkiran yang berkelanjutan. Dengan adanya koordinasi antara pengelola pasar, pemerintah, dan pelaku usaha parkir, diharapkan dapat mengembalikan pasar sebagai ruang publik yang aman, nyaman, dan ramai pengunjung.