Piyu Bongkar Masalah LMKN: “Kalau Tak Mampu, Bubar Saja!”

  • Bagikan

Sebagai organisasi yang diberi mandat mengelola hak ekonomi para pencipta lagu, LMKN seharusnya menjadi garda terdepan dalam menindak pelanggaran hak cipta. Namun, menurut Piyu, kenyataan di lapangan justru berbeda.

“Pelanggaran hak cipta harusnya LMKN yang maju. Kenapa malah kami di AKSI yang harus somasi dan menuntut? Ini tidak kompeten,” kritiknya.

Piyu menegaskan bahwa tugas tersebut seharusnya tidak dibebankan kepada asosiasi, melainkan menjadi tanggung jawab penuh LMKN.

 

Sengketa Direct Licence dan Royalti yang Mandek

Kritik Piyu tak berhenti di situ. Ia juga mempersoalkan sikap LMKN yang menolak penerapan mekanisme direct licence.

Dalam sistem ini, pencipta lagu bisa mengelola langsung hak ekonominya tanpa melalui lembaga perantara, sehingga distribusi royalti menjadi lebih cepat dan transparan.

“Kalau LMK tidak bisa berfungsi, ya kami jalankan direct licence supaya pencipta dapat haknya. Lah kok malah ditentang? Ada apa ini?” sindir Piyu.

Menurutnya, direct licence merupakan solusi atas kebuntuan sistem distribusi royalti yang selama ini membuat banyak pencipta lagu merasa dirugikan.

 

Potensi Gejolak di Industri Musik

Pernyataan terbuka dari Piyu ini diprediksi akan memicu perdebatan besar di kalangan pelaku industri musik. Pasalnya, isu pengelolaan royalti sudah lama menjadi “duri dalam daging” antara pencipta lagu, label, dan lembaga pengelola.

Jika desakan pembubaran LMKN semakin menguat, bukan tidak mungkin akan terjadi perubahan besar dalam tata kelola hak cipta di Indonesia.

  • Bagikan