Single utama Perjuangan membuka rilisan ini dengan pesan keberanian, diinspirasi oleh pengalaman Pasha sebagai penyintas depresi.
Grup musik atmosferik asal Jakarta, Shadowbourne, resmi merilis debut EP bertajuk Palingenesis. Rilisan ini hadir sebagai perwujudan dari perjalanan emosional yang dalam—tentang luka, kehilangan, dan kebangkitan dari reruntuhan jiwa.
Terinspirasi dari pengalaman personal, Palingenesis menyajikan empat lagu dengan aransemen megah dan melankolis, menggabungkan distorsi khas post-rock, elemen neoklasik, dan sentuhan ambient yang sinematik. Nama Shadowbourne sendiri—yang berarti “terlahir dari bayangan”—menjadi cerminan dari transformasi batin para personelnya.
“Palingenesis bukan sekadar karya musik. Ini catatan emosional tentang kematian dan kelahiran kembali dalam batin manusia,” ungkap vokalis dan penulis utama, Pasha Chrisye.
Bersama Reiner Ramanda (gitar, synth) dan Axel Andaviar (drum), Shadowbourne membentuk harmoni suara yang intens dan penuh warna.
Single utama Perjuangan membuka rilisan ini dengan pesan keberanian, diinspirasi oleh pengalaman Pasha sebagai penyintas depresi.
Disusul oleh Dark Night of the Soul, lagu yang semula berjudul Death Note itu mengeksplorasi fase kehancuran ego hingga menuju kesadaran spiritual yang baru.
Dua trek terakhir, Bayanganmu dan Deru Belenggu, membingkai kisah cinta yang menggantung dan menyakitkan. Keduanya hadir sebagai ekspresi jiwa yang masih mencari pelipur dalam kesunyian.
Dengan dukungan dari Firefly Records, EP “Palingenesis” menjadi semacam manifesto musik dan terapi. Shadowbourne tak sekadar menawarkan komposisi indah, tetapi juga ruang bagi mereka yang masih berjalan di antara bayangan, mencari cahaya untuk kembali utuh.