“Terjerat Sudut Gelap” bukan hanya karya musik ia adalah statement artistik yang berani, menyentuh, dan relevan di tengah isu perburuan satwa, perdagangan ilegal, dan eksploitasi hewan di era digital.
Di tengah riuhnya industri musik yang sering kali mengangkat cinta, patah hati, atau keresahan diri, band asal Jakarta Loris and the Bell’air justru mengambil jalur berbeda.
Lewat single terbaru mereka yang berjudul “Terjerat Sudut Gelap”, band ini menyuarakan sesuatu yang jauh dari sorotan kisah pilu para primata yang tak lagi hidup selayaknya makhluk hidup.
Dengan balutan musik ambient rock yang gelap dan menghanyutkan, lagu ini menjadi semacam elegi untuk para primata seperti orang utan, monyet, dan simpanse, yang hidup dalam sangkar sempit, laboratorium eksperimen, atau dikurung sebagai hewan peliharaan eksotis.
Liriknya tidak bercerita secara harfiah, namun menggunakan pendekatan metaforis yang kuat mengajak pendengar untuk merasakan keputusasaan, keterasingan, dan kehilangan kendali yang dirasakan oleh mereka yang tidak bisa bersuara.
“Kami merasa, kadang suara-suara yang paling butuh didengar justru datang dari makhluk yang tak bisa bicara. Lewat lagu ini, kami mencoba jadi corong itu, meski kecil,” ungkap Zidan vokalis Loris and the Bell’air.
“Terjerat Sudut Gelap” bukan hanya karya musik ia adalah statement artistik yang berani, menyentuh, dan relevan di tengah isu perburuan satwa, perdagangan ilegal, dan eksploitasi hewan di era digital.
Lagu “Terjebak Sudut Gelap” sudah tersedia di berbagai platform streaming digital mulai 11 Juli 2025.

















