Band punk asal Purbalingga, Sukatani, kembali menyuarakan kritik sosial melalui rilisan terbarunya berjudul “Tumbal Proyek”.
Setelah mengalami pembungkaman lewat ‘Bayar Bayar Bayar’, Sukatani kembali dengan single ‘Tumbal Proyek’ yang mengkritik praktik pembangunan.
Dalam peresmian single ini menandai semangat mereka yang tak surut meski sempat mendapat intimidasi usai merilis lagu kontroversial Bayar, Bayar, Bayar pada 2023.
Sukatani juga memberikan narasi pendukung yang menggambarkan nuansa lagu seperti kisah horor di pedesaan.“Mendengarkan cerita tentang Tumbal Proyek kita memang seperti dibawa dalam film horor jaman Suzzana,” tulis mereka.
Lagu ini membawa pendengar seolah berada di sebuah desa, ketika cerita-cerita hantu sering menghiasi percakapan malam, menciptakan suasana yang mencekam dan membuat tidur terasa gelisah. Sukatani kemudian memperingatkan, “Kita memang mesti mencurigai orang-orang baik di sekitar kita. Jangan-jangan mereka sedang mencari tumbal proyek,” tulis mereka melanjutkan.
‘Tumbal Proyek’ berdurasi 3 menit 57 detik dan diproduksi secara mandiri oleh Sukatani. Mereka tak hanya menulis lirik, namun juga bertindak sebagai produser. Untuk urusan teknis seperti mixing dan mastering, mereka ikut menggandeng Cipoy. Artwork yang menyertai rilisan ini dikerjakan Gindring Waste, seniman asal Magelang yang dikenal lewat gaya ilustratifnya yang suram, ikonik, dan penuh kritik.
“Tumbal Proyek” merupakan karya terbaru Sukatani yang menggugat proyek-proyek pembangunan yang sering kali mengorbankan masyarakat kelas bawah.
Dan lagu “Tumbal Proyek adalah kematian yang acapkali dipermalukan dengan mengatasnamakan pembangunan. Entah itu proyek pembangunan jembatan, jalan beraspal, maupun pabrik batu bara,” tulis mereka melalui akun Instagram resmi @sukatani.band.
Lagu ini kini sudah bisa publik dengar di berbagai platform streaming seperti Spotify dan YouTube.
Tak hanya merilis lagu, Sukatani juga kembali aktif hadir di ruang-ruang perlawanan akar rumput.
Menurut informasi melalui unggahan Instagram LBH Semarang pada Senin, 21 April lalu, mereka tampil dalam acara Nyawiji Bumi yang digelar oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) di Pati, Jawa Tengah sebagai bentuk peringatan terhadap terus berjalannya eksploitasi sumber daya alam.
Acara ini menjadi peringatan Halal Bi Halal sekaligus refleksi Hari Kartini dan Hari Bumi, dan dihadiri pula oleh Usman and Blackstone serta para warga dari berbagai desa terdampak ketidakadilan lingkungan, seperti Pundenrejo dan Sumberrejo, Jepara. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan ritual Lamporan dan Mujahadah Lingkungan.