DCDC Dream World Festival, Gigs Menjalar Mendunia

Minggu ini musim hujan, tapi saya sangat bersemangat untuk menghadiri DCDC Dream World. Ajang apresiasi dan penghargaan bagi band – band yang berkesempatan tampil di luar negeri itu diisi dengan line up beragam, mulai dari aliran Hardcore Melodic, Blues Rock, Death Metal, hingga Punk turut memeriahkan acara tersebut. Jam di layar ponsel menunjukan pukul dua lebih tiga puluh menit, waktu yang pas untuk meluncur dari JL. Talaga Bodas ke Pusenif yang terletak di JL. Cisadea. Situasi di lokasi terlihat santai, akang – akang gondrong berkaos Burgerkill tampak ketawa – ketiwi disepanjang trotoar parkiran yang disediakan.

Usai membereskan pernak – pernik izin masuk di tiket box, saya akhirnya bisa menikmati suasana venue yang nyaman, di musim hujan ini memilih lapang pusenif sebagai lokasi adalah pilihan bijak untuk menggelar acara luar ruangan.

Dibuka oleh Undelayed, band yang pernah menyambangi panggung luar negeri khususnya Malaysia dan Singapura itu membuka acara dengan spirit dan stage act nya ditambah materi baru yang mereka bawakan berhasil mencuri perhatian audiens yang ada di hadapan stage. Menyimak Undelayed di pinggir area konser berlatar langit yang cerah nya malu – malu menjadi perkenalan saya dengan band asal Jakarta tersebut.

Diselang beberapa saat sebelum lanjut ke band berikutnya, sosok pemuda berpenampilan metal abis menawarkan saya rokok, ia memperkenalkan dirinya sebagai Upon. Datang bersama gerombolan Ujung Berung nya, Upon menjadikan Burgerkill sebagai band yang dinanti – nanti. Beberapa waktu lalu sebuah band dari beranda Youtube datang secara tiba – tiba, lagu berjudul “Hopesfall” menjadi gerbang pembuka menuju kebiasaan baru untuk memutar musik dari Modern Guns sebagai partener nugas, mendengarkan beberapa materi sebelumnya pada album “The Place Where I left You” menjadikan saya memiliki rasa penasaran yang kuat tentang bagaimana live perform dari band ini. Rasa penasaran terjawab di hari itu, dimana Modern Guns mampu mempertanggungjawabkan karya mereka dengan lancar dan rapi, semua personil memikirkan peranannya masing – masing di atas panggung ditambah kedatangan Danidra dari Divide yang menemani hingga lagu – lagu terakhir dengan power vokal nya yang maksimal, perbuatan mereka mengakibatkan kalimat pujian keluar dari mulut audiens di sebelah saya.

Dilanjut dengan penampilan Divide yang “Maceuh” Sore itu audiens mulai merapatkan eksistensinya pada pagar barikade, dua karakter vokal yang ada dalam band tersebut beriringan menyampaikan makna – makna dalam lagu mereka, kondisi materi musik dengan ketukan ritmis yang bersahabat dengan leher, mendukung gerombolan manusia di depan stage untuk moshing atau sekedar menganggukan kepala mengikuti irama. Kondisi cuaca yang optimis cerah menggiring beberapa orang untuk menjadikan jas hujan mereka menjadi alas duduk diatas rumput sintetis yang basah, sambil menunggu break yang lumayan lama diselingi games dan lelang cinderamata, saya menyambut kedatangan teman saya dari Cimahi, Mas Awan @satriawan.aldi datang dengan aura sumringah yang ia bawa, jabat tangan hangat menebus bad mood saya usai kehilangan voucher makan yang terbang entah kemana, jauh – jauh dari Cimahi, sama seperti teman saya yang lain Mas Awan memburu penampilan klimaks dari Burgerkill malam nanti dan Ludicia yang belum pernah ia saksikan.

Selain game dan pelelangan merch, di sini juga ada lapak kaos band yang bisa dikunjungi dan aneka makanan yang siap diolah dadakan. Penantian panjang usai break, panggung kembali meriah dengan penampilan Ludicia, membuka penampilan dengan tarian dan topeng adat bali, ritual yang khusyuk tersebut sukses membuat saya merinding. Cara Ludicia membuka penampilan berbanding lurus dengan semua personel yang tampak bermain lepas dari awal sampai akhir, dengan solo gitar dan drop yang menyihir penonton untuk Head Band dengan serentak.

Dilanjut dengan Turtles JR yang tampil dibawah guyuran hujan, meski begitu pasukan punk yang menyimak mereka di area depan moshing dengan semangat penuh. Ini menjadi pengalaman yang menyenangkan, dimana orang – orang memiliki caranya masing – masing untuk menikmati penampilan Turtles JR, mulai dari menyanyikan lagu mereka dari awal sampai akhir, menyanyikan part “Anjing” saja di lagu “Kuya Ngora”, moshing, bahkan ngagoler ditengah riuh manusia yang saling senggol dan hujan yang mulai deras, hal tersebut saya saksikan nyata dengan mata kepala sendiri. Menyaksikan band legend ini menggila, adalah pengalaman absurd yang menyenangkan saya salut dengan mereka yang mengapresiasi penampilan band ini di barisan paling depan.

Lalu ada penampilan Speaker First, dari lampu stage yang remang – remang gebukan drum terdengar samar – samar sebelum terdengar pola yang jelas dan lampu yang perlahan menerangi stage, di sana ada Abah Andris yang melakukan solo, dengan spontan teman saya mengabadikan solo tersebut dalam format video. Dengan power yang lepas, Abah membuka penampilan Speaker First yang kemudian dilanjut oleh dentuman dan licks instrumen trio Blues Rock yang sempat tampil di Woodstock itu. Namun sayang Speaker First hanya tampil sebentar padahal saya sangat antusias dengan sound yang khas dan aura mereka diatas panggung.

Meski berkesempatan sebentar menyaksikan Speaker First, hal tersebut terobati dengan penampilan Jasad yang menyenangkan, mulai dari lagu pertama, semua orang yang di pinggir lapang merapat secara serentak, barisan paling depan dipenuhi Metalheads dengan jas hujan dan kaos metal mereka, dengan kompak membuat barisan beberapa saf ke belakang dengan tertib dan kompak mereka lakukan headband bersama – sama. Kehangatan penonton bertambah usai Man Jasad berkomunikasi dengan melontarkan humor dan wejangan.

“Jangan mau dipecah belah oleh isu – isu cucunguk yang mau memecah belah bangsa” disambut dengan reaksi penonton yang berteriak “Man Jasad for President”.

“Bayu Sabda Hedap”, “Nagara Ragana Naraga”, dan “Kujang Rompang”. Menjadi sebuah tali yang membuat orang tak saling kenal saling menopang bahu, menganggukan kepalanya dalam ketukan yang sama malam itu.

Ditutup dengan aksi Burgerkill yang selalu pecah, ditengah hujan yang semakin menjadi – jadi, hal tersebut tak memutuskan semangat para begundal yang datang dari berbagai arah, semangat saya tersulut ketika melihat mereka yang dengan berani mengabaikan petugas keamanan dan duduk di pagar barikade. Meski hujan tidak kunjung surut, namun “Penjara Batin” menjadi api unggun bagi kita semua, diwarnai dengan circle pit dan stage diving, sepatu basah dan jadwal kuliah pagi menjadi omong kosong, persetan. Lagu – lagu bertempo cepat menjadi lagu pemandu senam kali ini, udara dingin dihalau bersama – sama dengan menggila di Roar of Chaos, dan United Front. Di hari itu Gig bukan menjadi sekedar festival hiburan lalu pulang, ada cinderamata tambahan berupa memori yang tak terlupakan.

Leave a Comment