JAZZ GUNUNG SERIES akan berlanjut dengan BRI – JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN pada bulan Agustus 2025, yang diselenggarakan di Amphitheatre, Taman Gandrung Terakota, Banyuwangi.
Jazz Gunung Bromo kembali hadir di Amphitheatre Jiwa Jawa Resort Bromo, Sukapura, Probolinggo. Pengalaman berbeda saat menyaksikan pertunjukkan Jazz Gunung Bromo dapat dirasakan dari pemandangan hijau pegunungan sebagai latar panggung yang menyegarkan mata, serta udara dingin dan sejuk yang terasa dari ketinggian hampir 2.000 meter di atas permukaan laut.
Pada penyelenggaraan di tahun 2025 ini, Jazz Gunung Series hadir dengan dukungan penuh dari BRI. Jazz Gunung Series terdiri dari tiga rangkaian events, yaitu BRI JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO pada tanggal 19 Juli, BRI JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO pada tanggal 26 Juli, dan BRI JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN pada bulan Agustus.
Dimulai dengan BRI – JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO yang akan menghadirkan penampilan kelompok muda, Emptyyy, Trio “generasi mendatang” yang membuktikan eksistensinya dengan talenta luar biasa dalam musik jazz. Kemudian penyanyi jazz yang performance-nya khas dan ia dikenal sebagai mantan VJ MTV, Jamie Aditya. Lalu juga ada kelompok campursari bersuasana jazz kental, Kua Etnika, tetap setia dengan membunyikan sajian east-meet-west, yang menggelitik dan menghibur. Selain dua kelompok musik yang “populer” pada eranya masing-masing, RAN, grup muda tahun 2000-an terdiri dari trio Rayi, Asta dan Nino, turut hadir memeriahkan BRI – JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO.
RAN memulai perjalanan bermusiknya lewat debut album Ran for Your Life yang dirilis tahun 2007dan sampai saat ini lebih dari 17 tahun berkarir dalam musik, menghasilkan karya hits dan populer, baik dari album maupun kolaborasi dengan musisi lainnya.
Kelompok “legendaris”, Karimata dengan pengalaman bermusik yang matang, dengan formasi perdana terdiri dari adalah Candra Darusman (kibor), Aminoto Kosin (kibor), Denny TR (gitar), Erwin Gutawa (bass) dan (Alm) Uce Haryono (drums), siap meramaikan BRI – JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO. Merilis album pertama di tahun 1985 bertajuk ‘Pasti’, sejauh ini Karimata telah merilis 5 album rekaman, dan yang terakhir dirilis tahun 1991 bertajuk ‘Jezz’.
Dalam tiga tahun terakhir ini, Karimata hidup kembali dengan formasi berbeda. Dengan nama Karimata yang telah dikenal luas, Karimata menunjukkan eksistensinya sebagai grup legendaris sampai saat ini.
Ada lagi yang perlu ditunggu. Satu nama lain, mereka didatangkan dari negeri Belanda, Chagall, musisi wanita, bermusik meriah, dengan musik khas electronic-music.
Seorang penyanyi dan produser muda, yang tengah naik daun di negerinya dan di Eropa dewasa ini. Sebuah tantangan tersendiri untuk dapat mengenalnya lebih jauh, terutama menyelami musiknya. Di momen BRI – JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO, perkenalan dengan Chagall, akan menjadi momen pertunjukkan yang tak kalah seru dari musisi lokal Indonesia.
Sebagai bagian dari rangkaian acara JAZZ GUNUNG SERIES, masih ada acara lain yang dihidangkan secara istimewa di tahun ini, seperti BRI – JAZZ GUNUNG Series 1 : BROMO menghadirkan Papermoon Puppet Theatre, yang akan berpentas selama 2 hari pada tanggal 19 dan 20 Juli. Dimana salah satu pertunjukannya akan digelar pada hari Minggu pagi, di kawasan pedesaan sekitar venue BRI – JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO.
Pertunjukan spesial ini dan tambahan special show istimewa lainnya dari salah satu nama populer yang telah dikenal luas, kelak dapat menyempurnakan rangkaian acara dan menjadikan JAZZ GUNUNG di edisi 2025, menarik dan sangat layak untuk disaksikan.
Dalam acara konferensi pers yang berlangsung pada hari Kamis silam (3/7) di IFI Institute, Jakarta, Sigit Pramono selalu Founder mengatakan, “Jazz Gunung merupakan salah satu festival jazz pertama yang digelar di alam terbuka, bahkan di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut. Suhu bisa mencapai 6 hingga 7 derajat Celsius. Selama 17 tahun penyelenggaraan, baru tahun ini Jazz Gunung mendapatkan dukungan nyata dari pemerintah lewat kehadiran Vinsensius Jemadu dari Kemenpar. Semoga dukungan kementerian tidak hanya berhenti di tataran wacana, tapi bisa diwujudkan agar manfaat ekonomi lebih terasa bagi masyarakat sekitar.”
Ditambahkannya juga bahwa Jazz Gunung kini berkembang menjadi BRI Jazz Gunung Series, sebuah rangkaian festival jazz di berbagai gunung seperti Bromo, Ijen, hingga Slamet, yang ide awalnya lahir dari diskusi dengan Andi F. Noya.
Format “series” ini dinilai lebih menguntungkan secara komersial, baik bagi sponsor maupun pemerintah, karena mampu menciptakan dampak ekonomi yang lebih merata.
Selaku founder, Sigit juga memberi contoh konkret manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat sekitar Bromo: dari hotel, homestay, penyewa jeep dan kuda, hingga warung-warung kecil. “Kalau ada 2000 penonton, maka butuh 1000 kamar. Kami hanya punya 80, sisanya tersebar di sekitar Bromo, Pasuruan, Probolinggo, hingga Malang,” terangnya.
Di tahun ini, mereka juga memperluas dampak sosial ekonomi lewat penyelenggaraan festival yang diperpanjang menjadi dua hari dengan jeda seminggu, dilengkapi dengan pameran UMKM, seni, dan budaya. Kegiatan ini didukung oleh ISI Yogyakarta dan diharapkan mampu meneteskan manfaat ekonomi lebih luas ke komunitas lokal.
Sementara Vinsensius Jemadu selaku Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan menyampaikan janjinya untuk mendukung kegiatan event BRI Jazz Gunung Series ini. “Bahkan nanti untuk BRI Jazz Gunung Series 3 Ijen di tanggal 9 Agustus 2025, saya sudah berbicara dengan penyelenggara dimana nanti kita bisa berkolaborasi.
Sebenarnya ada beberapa skema dukungan dari Kementerian Pariwisata, pertama yang pasti adalah amplifikasi promosi, dimana Kementerian Pariwisata akan menggunakan semua channel media promosinya, bahkan termasuk LED, Videotron yang berada di depan Patung Kuda di Kementerian Pariwisata bisa kita manfaatkan untuk bisa mengekspos kepada masyarakat luas. Sehingga nanti level of tendensinya jauh lebih banyak. Begitu juga media sosial yang dimiliki oleh Kementerian Pariwisata.
Dukungan kedua Vinsen menyebutkan terkait sarana dan prasarana. “Jadi kalau kita bisa bicara bahasa birokrasi kita akan bisa melihat komponen-komponen yang sekiranya bisa kita pertanggung jawabkan untuk kita dukung maka ayo kita dukung. Apakah itu panggung, lighting, atau line up artis, jadi ada beberapa komponen yang bisa kita dukung, tetapi sekali lagi ditengah-tengah efisiensi dan penghematan seperti ini tentunya Kementerian Pariwisata juga tahu diri, kira-kira sejauh mana kita bisa support. Apalagi event ini dilaksanakan di gunung jangan sampai nanti ada yang kedinginan dan lain-lain. Jadi kita mengharapkan ini berjalan dengan baik, lancar, dan sukses”.
Andy F Noya sebagian Advisor Jazz Gunung Indonesia juga memberi keterangan, “Ada satu yang unik dari Jazz Gunung, selain memang tempat atau venuenya di ketinggian, tapi kita bisa melihat bahwa selama ini musik Jazz itu dianggap terlalu ekslusif kemudian segmentasi nya sempit sekali sedemikian rupa sehingga banyak orang-orang yang merasa bahwa mereka bukan menjadi bagian dari kegiatan Jazz ini. Padahal Jazz sebagai musik itu sifatnya universal dan kalau kita lihat lagi kalau kita bicara Blues itu adalah teriakan orang-orang yang merasa memberontak, tapi kalau kita Jazz itu sebenarnya membuka diri, inklusif, kesetaraan, keberagaman. Ini dipertunjukan dengan baik di Jazz Gunung.”
“Mungkin kita tidak terlalu memperhatikan, bahwa Jazz Gunung ini mengajak kolaborasi jenis musik yang lintas genre. Kalau kita melihat yang paling sukses menurut saya ketika kita mengundang Didi Kempot dan respon yang cukup mengagetkan, dimana penonton menyanyikan semua lagu-lagunya yang di aransemen oleh Djaduk Ferianto kala itu. Lagu-lagu di nyanyikan Didi Kempot bersama-sama penonton dalam suasana dingin dengan aransemen musik Jazz. Jazz juga membuka diri bagi kesenian yang lain yaitu sendratari, kesenian tari, atau kesenian dan tari. Seperti di Jazz Ijen Banyuwangi dimana Jazz Gunung mengundang teman-teman untuk menari Gandrung, karena disana ada Sewu Gandrung. Jadi kolaborasi antara Jazz, tari Gandrung, dan kemudian kita mengundang maestro sinden Bu Temu, coba dibayangkan seorang Bu Temu udang dalam usianya sudah sepuh banget diundang dan kemudian penonton itu merinding menontonnya dimana Bu Temu menyinden diringi oleh tarian, dan itu sebagai pembuka Jazz Gunung Ijen waktu itu. Dari sini kita bisa melihat kolaborasi antara musik jazz dan ini hanya untuk menunjukkan bahwa musik jazz itu tidak ekslusif, dimana kita membuka diri untuk berkolaborasi dengan seni-seni lainnya. Selain itu kita juga mengundang musisi internasional untuk datang dengan ciri khas musik lokal mereka walaupun tadi disebutkan kalau sekarang lebih ke kontemporer, dan itu tidak apa-apa karena akarnya masih terasa bahwa ini masih Prancis, Irlandia, dan lain-lain misalnya.”
Bagas Indyatmono sebagai CEO Jazz Gunung Indonesia lantas menambahkan, BRI – JAZZ GUNUNG Series di tahun 2025 memang direncanakan akan digelar dalam 3 series. Series pertama akan diselenggarakan pada hari Sabtu, 19 Juli 2025 dan series kedua pada Sabtu, 26 Juli 2025, kedua series tersebut akan berlangsung di kawasan Gunung Bromo.
Sementara itu, series ketiga akan diselenggarakan di Banyuwangi, Ijen pada bulan Agustus 2025. Di rentang waktu antara series pertama dan kedua tersebut, akan diisi oleh residency program Bromo Jazz Camp. Program Bromo Jazz Camp sendiri akan menjadi “rumah utama” dari penyelenggaraan jam session, yang mengambil tempat di Rehat Bromo. Karena nyawa dari sebuah festival jazz adalah jam-session, maka kali ini momen tersebut mulai digelar saat series pertama, yang diharapkan semua musisi performers akan dapat berpartisipasi.
Dalam BRI – JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO, akan tampil beberapa performers, yang tentu berbeda dari series pertama. Ada Lorjhu’, seorang film-maker sekaligus animator, Badrus Zeman. Lorjhu’ telah melepaskan single, “Malem Pengghir Sareng” (yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai, “Malam di Pesisir”). Sajian musik Lhorju’ bertema dasar folk atawa “musik rakyat”, dan memilih untuk berbahasa Madura. Ya! Menarik tentunya.
Selain itu dipastikan juga ada nama-nama yang tidak kalah menarik, ada penampilan dari a young talented jazz-singer, Natasya Elvira. Natasya akan ditemani para musisi session yang menghadiri Bromo Jazz Camp. Selain itu, masih ada Bintang Indrianto, seorang Bassist senior tampil dalam format trio, menghadirkan konsep yang melihat jazz dari “sisi yang berbeda”.
Angle-nya terhadap jazz, terasa lebih bebas dan ramai. Masih ada Tohpati Ethnomission. Gitaris ini mengedepankan jazz “bersuasana Indonesia” dengan kelompoknya, yang dibangun sejak 2009. Memadukan gitar, bass, drums “barat”. Dengan kendang, gong, kenong dan suling, “Nusantara”. Musiknya juga terkesan ramai dan bergairah.
Pada BRI – JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO akan disempurnakan oleh penampilan Sal Priadi, si “Gala Bunga Matahari”, yang datang “Dari Planet Lain”. Penyanyi ini melejit setelah lagu-lagu yang dibawakannya, menjadi viral di sosial media. Keistimewaan khasnya adalah lirik lagu yang dimulai dengan kata-kata unik sebagai judul lagu, lalu dengan narasi pilihan kata yang “tidak biasa”. Apalagi kreasi musik yang membungkusnya pun, terasa “baik dan benar”. Klop sudah! Sungguh pas dengan ademnya suasana pegunungan, tiupan angin dan suhu yang menyenangkan.
Lantas masih ada nama lain yang datang dari Perancis, Rouge. Mengusung tema musik yang cenderung sedikit folk, dan terkesan dominan suasana riang gembira seolah menebarkan kegembiraan dan energi positif di tengah udara dingin pegunungan.
Pada kesempatan BRI – JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO, telah disiapkan satu nama populer yang sudah pasti dikenal publik, penyanyi wanita nan cantik, Monita Tahalea. Seorang penyanyi berpengalaman yang banyak menjajaki panggung berbagai acara jazz. Monita Tahalea akan menjadi sajian khusus pada special show di tanggal 25 Juli 2025.
Selanjutnya, JAZZ GUNUNG SERIES akan berlanjut dengan BRI – JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN pada bulan Agustus 2025, yang diselenggarakan di Amphitheatre, Taman Gandrung Terakota, Banyuwangi. Sederet musisi berpengalaman dengan penampilan unik, menarik, dan yang tentunya bakal mempesona penonton dipastikan akan tampil di BRI – JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN. Siapa saja mereka? Mari kita tunggu bersama-sama!
BRI sebagai titling sponsor JAZZ GUNUNG 2025 siap digelar dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, BRI kembali hadir untuk memberi support penuh atas kegiatan jazz dalam skala festival yang khas ini. Peran serta aktif BRI memberi tambahan energi yang sangat penting untuk kesuksesan BRI – JAZZ GUNUNG Series 1, 2 dan 3.
BRImo sebagai aplikasi mobile banking dari PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang memungkinkan nasabah dan non-nasabah untuk melakukan berbagai transaksi perbankan melalui smartphone, diharapkan lebih dikenal oleh pecinta Musik Jazz generasi muda dan juga dapat menjalin hubungan yang baik dengan komunitas Musik Jazz.
Terlebih lagi, BRImo diharapkan bisa menjadi pilihan utama dalam bertransaksi karena #BRIMoMudahSerbaBisa. Melalui kemudahan yang ditawarkan oleh BRImo, pengunjung BRI – JAZZ GUNUNG SERIES tidak perlu khawatir dalam bertransaksi melalui genggaman dengan BRImo.
Maka bersiaplah untuk menikmati jazz sembari menikmati udara segar khas pegunungan bersama dengan Jamaah Al-Jazziyah (sebutan intim bagi penonton setia JAZZ GUNUNG series). Bersama-sama kita menyaksikan dan merasakan pengalaman berkesan yang menyegarkan jiwa, menikmati keramaian sebuah festival jazz tertinggi di dunia.