Penyanyi Suarakan Kepastian Hukum dan Keadilan Royalti: VISI Sampaikan Aspirasi ke DPR

Dalam upaya untuk tercapainya keadilan dan kesejahteraan untuk semua pihak, Organisasi penyanyi profesional Vibrasi Suara Indonesia (VISI) memenuhi undangan Badan Keahlian Dewan (BKD) DPR RI.

VISI berharap DPR RI dapat memperkuat regulasi yang berpihak pada keadilan, transparansi, dan keberlangsungan semua pihak dalam industri musik nasional.

VISI menyampaikan sejumlah catatan penting kepada BKD terkait perlindungan hukum dan kepastian sistem royalti yang adil bagi para penyanyi di Indonesia.

Rencananya akan dilakukan di BKD DPR RI pada pukul 14.00 WIB. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen VISI dalam membangun ekosistem musik nasional yang sehat, berimbang, dan selaras dengan praktik terbaik internasional.

VISI menyoroti bahwa secara Undang-Undang Hak Cipta, penyanyi mengetahui bahwa tidak perlu memiliki izin untuk dapat membawakan lagu karena para pencipta lagu sudah menjadi anggota LMK.

Dengan menjadi anggota, para pencipta lagu sudah memberikan kuasa kepada LMK untuk mengatur prosedur hak terkait dan mengoleksi royalti pertunjukan.

Dan dalam praktik internasional, urusan lisensi dan pembayaran royalti kepada pencipta lagu merupakan tanggung jawab penyelenggara acara atau pengguna komersial, bukan penyanyi. Indonesia, sebagai bagian dari hukum kekayaan intelektual internasional, tidak sepatutnya menetapkan standar yang berbeda.

Rencananya VISI akan diwakili oleh Armand Maulana, Ariel, Dewi Gita, Bunga Citra Lestari, Vina Panduwinata, Donne, David Bayu, Fadli Padi, dan Kadri.

Poin utama yang disampaikan VISI meliputi:

Pertama, Pentingnya Kepastian Hukum. Sistem apapun yang dipakai untuk melakukan kolektif dan distribusi royalti—harus memberi kejelasan hukum agar penyanyi dapat menjalankan profesinya tanpa risiko kriminalisasi atau tumpang tindih tagihan dari berbagai lembaga.

Kedua, Menolak Potensi Kriminalisasi. VISI menolak adanya pelarangan atau kriminalisasi terhadap penyanyi di seluruh Indonesia, akibat sistem lisensi yang tidak transparan dan tidak terpublikasi dengan baik. Secara Undang-Undang Hak Cipta, penyanyi tidak dilarang membawakan lagu milik pencipta karena para pencipta lagu sudah memberikan kuasa kepada LMK untuk mengatur prosedur hak terkait dan mengoleksi royalti pertunjukan yang dibayarkan oleh pengguna lagu (penyelenggara event dan pertunjukan).

Ketiga, Privasi dan Perlindungan Data. VISI menolak standar tarif royalti yang menggunakan data pribadi atau finansial penyanyi sebagai acuan. Hal ini melanggar UU Perlindungan Data Pribadi serta strategi harga rahasia yang dilindungi secara bisnis.

Meskipun demikian, VISI menegaskan bahwa penyanyi tetap menjunjung tinggi komunikasi, etika, dan budaya kekeluargaan dengan para pencipta lagu. Upaya menjaga relasi baik dan mendukung peningkatan pendapatan royalti pencipta terus diutamakan sebagai wujud solidaritas dalam membangun industri musik Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

“Penyanyi bukan penghalang ekosistem, justru bagian penting dari jembatan karya ke publik. Maka sudah semestinya perlindungan hukum diberikan agar mereka dapat terus berkarya secara profesional dan berintegritas,” ujar Armand Maulana, ketua umum VISI.*

Berita terkait