Dinas Kebudayaan DIY kembali menggelar Yogyakarta Gamelan Festival (YGF). Kali ini merupakan gelaran YGF yang ke-29. Ribuan perawit turut serta pada kegiatan ini.
Pada Minggu (11/8/2024) malam, kawasan Stadion Kridosono padat merayap. Ratusan pengrawit atau pemain gamelan yang tergabung dalam 14 desa budaya se-DIY berkumpul di Stadion Kridosono dalam agenda Yogyakarta Gamelan Festival (YGF). Berbagai stan produk UMKM dari berbagai daerah juga turut meramaikan kegiatan ini.
Sebelum puncak acara dilaksanakan di Stadion Kridosono pada 11 Agustus, YGF terlebih dahulu digelar di Plaza Ngasem. Setidaknya ada lebih dari 2.000 orang terlibat.
YGF merupakan perhelatan besar dan menjadi tempat berkumpulnya para pemain gamelan dari berbagai daerah. Tak hanya dari DIY, para pemain gamelan juga hadir dari luar kota hingga luar negeri.
Salah satunya adalah kelompok gamelan Compagnie Kotekan yang hadir langsung dari Prancis. Gamelan tak hanya dimainkan secara klasik dan tradisional, tapi juga memunculkan sisi modern.
Sejumlah penampil turut mengkolaborasikan gamelan dengan alat musik perkusi lainnya, hingga musik EDM.
Program Director YGF ke-29, Ari Wulu, menuturkan YGF menjadi festival berskala internasional yang mewadahi pertemuan antara pemain dan pencinta musik gamelan dari seluruh dunia. YGF lahir pertama kali pada 1994 dari keresahan akan musik gamelan yang mulai dilupakan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Acara YGF diselenggarakan di bawah naungan Komunitas Gayam16. Kegiatan ini menandai lahirnya tempat atau wadah bagi eksistensi gamelan untuk dikenal di 36 negara.
YGF punya misi untuk menggagas kehidupan seni gamelan yang dinamis, selalu menyelaraskan diri dengan zaman tanpa harus kehilangan latar belakang budayanya, dan saling menghargai keanekaragaman kebudayaan di dunia. YGF berupaya untuk menciptakan dan mengelola media yang secara kontinu menjadi sarana berkumpul, berkomunikasi, dan berinteraksi bagi para pencinta seni gamelan.
Ari menuturkan YGF ke-29 ini mengangkat tema Piweling. Diharapkan kegiatan ini bisa menjadi piweling atau pengingat tentang asal-usul manusia sekaligus menumbuhkan rasa syukur dan kebersamaan. YGF menjadi wadah bagi para seniman gamelan untuk berkarya. Apalagi, produtivitas mereka sempat terhenti akibat pandemi Covid-19.
Keberadaan kegiatan YGF bisa menjadi wadah mereka untuk bisa produktif kembali.
Ari menambahkan ada konsep berbeda YGF kali ini dengan tahun lalu. Pada 2023, dia membuat konsep gamelan berada di tengah, sementara penonton mengelilinginya. Kali ini sebaliknya, penonton yang justru dikelilingi oleh pemain gamelan. Selain gelaran konser gamelan, ada juga berbagai rangkaian cara lainnya. Mulai dari lokakarya hingga rembug budaya.
“Piweling ini menjadi upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan pengingat untuk senantiasa mengambil ilmu yang sudah ada dan mencoba mengembangkan kemungkinan baru tanpa meninggalkan ilmu yang sudah ada,” ujarnya di Stadion Kridosono, Minggu.
Ari menambahkan ada sekitar 3.000 penonton di beberapa hari pelaksanaannya.
Ari optimistis informasi bahkan edukasi soal gamelan bisa menyebar secara lebih luas. “Saya yakin, beritanya akan makin tersebar. Pengetahuan tentang gamelan juga akan makin tersebar dengan membangun jaringan baru di internasional. Kami Merencanakan sesuatu yang lebih besar. Tentunya membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak. Kalau bersama pasti bisa,” ungkapnya.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, turut menutup secara resmi kegiatan YGF ke-29. Dian mengaku turut mengapresiasi kegitan ini. Dia mengatakan gamelan menjadi salah satu Warisan Budaya UNESCO dari Indonesia sejak 2021, tepatnya 15 Desember 2021.
Dian menambahkan konser gamelan ini juga merupakan ajang bertemunya para penikmat dan pelaku musik gamelan dari seluruh dunia.
Sejauh ini, YGF telah menjalin hubungan dengan lebih dari 32 negara yang mempunyai gamelan. “Ini sebagai cara dalam merawat dan mengembangkan gamelan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan budaya dunia,” ungkapnya.
Dian menambahkan setiap instrumen gamelan mencerminkan berbagai nilai-nilai kehidupan. Misalnya saja instrumen kendang yang punya nilai “ndang”. Ini mengajak manusia untuk ndang atau bersegera dalam melaksanakan kebaikan dan ibadah kepada Tuhan.
Tiap instrumen dimainkan dengan porsinya masing-masing, sehingga akan menciptakan keselarasan dan harmonisasi yang indah.
“Ini cerminan dari wujud menghargai perbedaan untuk menciptakan keselarasan hidup,” ujar Dian.
Dian berharap YGF ke-29 ini nantinya bisa menjadi medium untuk memasuki pembelajaran hidup, sehingga tumbuh semangat menciptakan harmoni dan keindahan di tengah-tengah masyarakat.