Kita semua harus tahu bahwa keragaman menghasilkan permadani yang kaya warna, dan kita harus memahami bahwa semua benang permadani memiliki nilai yang sama, apa pun warnanya.
Agaknya hal tersebut diamini pula oleh Tirek (vokal), Elang (gitar), Andre (gitar), Openg (bass), serta Rozi (drum) ketika mereka sepakat untuk mengerucutkan pola kreasinya dalam sebuah band bernama Kalamesa.
Kalamesa dibentuk oleh sekelompok musisi dengan latar belakang yang beragam. Terinspirasi oleh band-band ikonik seperti The Sigit dan Mooner, Kalamesa terus mendorong batas-batas genre mereka, menciptakan musik yang tidak hanya menghibur tetapi juga memancing pemikiran pendengarnya.
Sejak debut mereka pada tahun 2022, Kalamesa telah merilis serangkaian single yang menunjukkan kemampuan mereka untuk berinovasi dan berevolusi. Beberapa single yang mereka rilis ke permukaan seperti “Juvenile Delinquency,” “Biru /Membisu,” dan “Kill My Self,” telah diterima dengan baik, memperkuat posisi mereka di skena musik Indonesia, termasuk single keempat mereka, “Daydream” yang menandai babak baru dalam perjalanan musikal mereka, hingga hal tersebut menunjukkan komitmen mereka terhadap pertumbuhan dan eksplorasi artistik.
Seolah tidak ingin berpuas diri terlalu dini, mereka kembali melahirkan karya baru ke permukaan. Kali ini lewat sebuah single berjudul “5%”.
Diakui oleh mereka jika single ini berhubungan erat dengan eksplorasi mendalam tentang tekanan masyarakat modern dan dampak psikologis yang ditimbulkannya pada individu.
Lagu ini disampaikan melalui perpaduan unik pengaruh rock klasik dan modern, menawarkan lirik yang kuat dan aransemen musik yang penuh semangat.
Meskipun mengusung tema yang terbilang ‘berat’, lagu “5%” tetap enak didengar oleh berbagai kalangan, bahkan mereka yang tidak terlalu familiar dengan genre rock.
Bicara tentang premis awal lagu ini yang menyoroti eksplorasi mendalam mereka tentang tekanan masyarakat modern dan dampak psikologis yang ditimbulkannya pada individu, hal tersebut tertuang dalam bait lirik lagu ini yang berbunyi “Living around this toxic air, craving some space to let me breathe”.
Hal tersebut menggambarkan atmosfer suffocating dari kehidupan sehari-hari dan pertempuran internal yang dihadapi banyak orang.
Lalu refrain “In the end, everyone going monkey see monkey do, you feel like your mind decaying from reality,” yang menyoroti tekanan konformitas dan hilangnya individualitas yang diakibatkannya.
Lagu yang ditulis dengan pendekatan kacamata sosial ini melibatkan kerja sama intensif antara anggota band, yang masing-masing menyumbangkan ide dan inspirasi untuk menciptakan karya yang autentik dan relevan dengan kondisi sosial saat ini.
Single ini sendiri mulai bisa diperdengarkan untuk khalayak luas mulai tanggal 19 Juli 2024 di berbagai platform digital yang ada.