Apa jadinya bila lima musisi, dengan latar musikal yang sangat berbeda, bergabung serta berkomitmen dalam satu ‘rumah’?

Itulah Avalokiteshvara, nama band yang diambil dari nama Dewi Semesta/Kesenian.

Nama yang dijadikan rujukan para personelnya untuk eksplorasi serta kolaborasi dalam seni (baca: musik).

Berbeda di mana?

Coba saja cek mereka beranggotakan seorang Giox (bass) yang sangat dikenal lewat band punk/rock Superglad, posisi gitaris diisi Rito Sini yang lama dikenal lewat band stoner/doom rock bertajuk Suri, Masmo, kibordis yang dikenal via warna jamaican sound di grup macam Sentimental Moods, Monkey Boots serta Kalista Pratomo: Penyanyi yang sudah memiliki 2 EP dengan genre Pop/ RNB.

Berlima, bergabung, disatukan satu ketertarikan mereka pada idiom-idiom warna jazz.

Rasa penasaran yang meleburkan mereka pada komitmen untuk kemerdekaan atau kebebasan belajar, bereksplorasi, hingga bereksperimen hingga menghasilkan karya-karya yang fresh.

Maka jadilah satu mini album bertitel KAMARDIKAN, berisi 4 lagu yang akan membawa audiens-nya ke banyak pilihan hasil eksplorasi musikal mereka.

Dan dalam empat lagu, dengan empat bentuk kemerdekaan berintepretasi atas jazz.

Semua ternyata tanpa pretensi menjadi ‘nafas utama’, memiliki lirik-lirik senafas.

Semua mengungkap kisah-kisah sekitar kekecewaan, alienasi, suram, begitu gloomy. Dibuka oleh After All yang banyak meminjam idiom neo-soul jazz plus harmoni kord yang biasa bersliweran dalam jazz. Lalu ada Rindu Belati yang begitu muram namun indah, berkat harmoni ballad jazz diimbuhi blues cukup kental.

Jangan lewatkan komposisi yang cukup heavy unsur jazz-nya, dengan kombinasi ritmik swing, walking bass, dan kebebasan berimprovisasi, semua ada di Manusia Digital. Hingga lagu Mei 16 (Bimasakti) yang easy listening dengan groove khas urban jazz kekinian.

Alhasil uniknya, ragam idiom jazz yang digunakan Avalokiteshavara di mini album (EP) ini seakan menyatu, menjadi satu kemasan yang seharusnya mampu memuaskan audiens-nya.

Pastinya karena peran lirik-liriknya, yang mengandung banyak formulasi puisi senja yang masih relate dengan audiens muda kekinian.

Ini juga yang justru jadi formula Avalokiteshavara dalam mencoba hadir dan mampu eksis di industri musik lokal teranyar.

By admin

Dapurletter is an online media that provides information on music, culture and future information movements.

      dapurletter © 2025