Kelompok veteran asal Jogja kembali dari pengasingannya dan siap memuntahkan nada-nada kematian yang lebih intens dari sebelumnya. Yup, kita sedang membicarakan Death ‘fucking’ Vomit di sini. Sudah lama kita tidak mendengar kiprah Roy dkk sejak masa hiatus, gonta-ganti personil dan segala ‘kerikil’ internal lainnya.
Hingga di penghujung tahun lalu, The Prophecy hadir dengan emosi tinggi lewat label Rottrevore records. Meski hanya bertiga dengan perangkat standard [gitar, bass dan drum], namun musik DeVo kali ini terdengar sangat penuh dan padat. Diawali oleh tembang Summon Infernal Spirit yang cukup cepat dan jitu.
Hampir setiap nomor mempertontonkan skill bermusik mereka yang tinggi. Riff gitar yang tajam nan brilian. Teknik drum yang cakep antara Suffocation dan Fear Factory. Setiap bagian set-drum rasanya cukup jernih dan ‘berbunyi’. Plus kemunculan breaking-parts yang tak terduga di beberapa lagu.
Meski tak bisa dipungkiri juga masih banyak unsur-unsur ramuan dari berbagai influens mereka, sebut saja Suffocation, Cannibal Corpse dan sejenisnya. Tapi yang paling layak dipuji adalah proses penemuan karakter dan mutu sound di album ini. Mempertegas corak metal yang khas amerika – seperti gaya Florida di era ‘90-an, atau band-band rilisan label Unique Leader saat ini.
Pada track terakhir, Criminally Insane-nya Slayer mereka garap ulang dalam tempo dan karakter yang hampir sama. Hanya saja dengan kadar growl yang lebih dalam di sisi vokal. Oya, ada bonus enhanced video yang berisi wawancara personil dan proses rekaman mereka.
Begitulah DeVo hari ini, sang pionir yang coba memantapkan dirinya kembali di tengah kompetisi metal yang makin semarak. The Propechy memang cukup menarik dan layak diapresiasi oleh para maniak musik brutal.
Sebuah soundtrack dengan skala kehancuran yang berada di atas bencana gempa yang pernah melanda kampung halaman mereka. And death metal speaks for itself! Not for a weak!! [k]